Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat datang dan terima kasih karena sudah mampir pada website ini.
Date : 19 Februari 2023
Sekitar tahun 1957, pendekatan stewardship telah dipakai sebagai suatu pendekatan untuk menentukan titik berat utama dari suatu laporan keuangan. Hal ini didasarkan pada suatu konsep bahwa Manajemen dari suatu perusahaan dianggap bertanggungjawab kepada pemilik perusahaan (Susanto,1994). Selanjutnya Injiri (1975) dalam Endah, dkk (2000) memperjelas konsep tersebut dengan mengidentifikasi tiga partisan, dalam hubungan akuntabilitas (pertanggungjawaban financial perusahaan), yaitu kebeadaan Accountant, Accoutee, dan Accountor. Ketiga partisan tersebut saling berinteraksi dalam suatu jaringan akuntabilitas. Accountant adalah pihak yang mengukur kinerja ekonomi, Accounte (steward) yaitu pihak yang bertanggungjawab, dan kepada Accountor (principal) pertanggungjawaban diberikan atas apa yang telah dikerjakan dalam organisasi tersebut.
Teori stewardship diperkenalkan sebagai teori yang berdasarkan tingkah laku, prilaku manusia(behavior), pola manusia (model of man), mekanisme psikologis (motivasi, identifikasi dan kekuasaan) dalam sebuah organisasi yang mempraktikan kepemimpinan sebagai aspek yang memainkan peranan penting bagi sebuah pencapaian tujuan. Teori ini berakar dari ilmu psikologi dan sosiologi yang mengarah pada sikap melayani (steward)(Donalson dan Davis, 1989-1991) lihat juga Pater (1999).
Stewardship merupakan suatu pandangan baru tentang mengelola dan menjalankan organisasi, suatu pergeseran pendapatan pada konsep kepemimpinan dan manajemen yang ada sekarang dari konsep mengendalikan dan mengarahkan, ke arah konsep pengaturan, kemitraan dan kepemilikan secara bersama oleh anggota/team dalam organisasi, yang merasa organisasi menjadi sesuatu miliknya ataupun satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri sendiri.
Lebih jauh Donaldson dan Davis menggambarkan bahwa teori stewardship didefinisikan sebagai situasi dimana para steward tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan kepentingan prinsipal. Kondisi ini didasari sikap melayani yang demikian besar dibangun oleh steward. Sikap melayani sebagai suatu sikap yang menggantikan kepentingan pribadi dengan pelayanan sebagai landasan bagi pemilikan dan penggunaan kekuasaan (power). Dengan mengintegrasikan kembali pengurusan pekerjaan, pemberdayaan, kemitraan dan penggunaan kekuasaan dengan benar, maka tujuan individu secara otomatis terpenuhi dengan sendirinya. Steward percaya bahwa kepentingan mereka akan disejajarkan dengan kepentingan perusahaan dan pemilik (prinsipal).
Masing-masing pihak bersedia mempertaruhkan perbedaan kelas dan hak istimewa yang menjadi simbol eksistensi mereka dalam mengejar penghayatan rangkaian nilai-nilai dan menciptakan sikap pro organisasional dan rasa memiliki yang tinggi untuk memperoleh manfaat yang ditujukan langsung kepada organisasi dan tidak untuk tujuan individu, sehingga tercipta lingkungan kerja dimana setiap anggota organisasi berpikir dan bertindak seperti seorang pemilik yang senantiasa menjaga dan berorientasi pada tujuan organisasi jangka panjang.
Teori stewardship ini mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga fungsi utilitas akan maksimal. Asumsi penting dari stewardship adalah pengelola meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemilik. Pengelola akan berperilaku sesuai kesepakatan dan kepentingan bersama. Ketika terjadi benturan antara kepentingan dua pihak tersebut, steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya karena steward merasa kepentingan bersama menjadi lebih utama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan pertimbangan yang rasional karena steward lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan tujuan individu. Namun demikian tidak berarti steward tidak mempunyai kebutuhan hidup. Untuk mempraktekkan pendekatan ini, kunci utama terletak pada prinsipal, apakah prinsipal benar-benar dapat meyakini dan mempercayai steward yang dipilihnya dalam membangun kemitraan organisasi tersebut.
Apa yang ada dalam pendekatan model stewardship ini, kontradiksi engan pendekatan model agency theory. Teori agency mengidikasikan adanya hubungan yang tidak harmonis antara pengelola dan pemilik, karena sesuatu hal harus dituangkan dalam bentuk kontraktual formal kedua belah pihak. Teori keagenan mengasumsikan masing-masing pihak selalu ingin memaksimalkan manfaat kepentingan individu. Karena adanya perbedaan kepentingan tersebut, prinsipal hanya mendelegasikan beberapa otorisasi pembuatan keputusan kepada agen (Tjahyono,1995). Hubungan keagenan ini memerlukan spesifikasi insentif (reward), monitoring dan pembatasan hubungan yang bermuara pada minimalisasi agency cost. Sementara kontrak kerja yang dibuat antara agen dan prinsipal menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya ketidakseimbangan informasi (asimetrys information) dan penyimpangan moral yang dilakukan oleh agen (moral hazard).
Aspek Keperilakuan dalam Stewardship Theory
Dalam bagian ini menunjukkan asumsi berdasarkan model non koperatif dari suatu perilaku dan perdebatan tentang bagaimana batasan-batasan model ini dapat diatasi dengan penggabungan secara timbal balik. Garis besar asumsi berdasarkan model Non Korporatif pada stewardship. Apabila tidak ada faktor yang dapat dipercaya dalam teori stewardship, asumsi-asumsi berikut ini secara umum dapat digunakan:
Self interest, sebagai contoh fungsi individu hanya tergantung pada konsumsinya sendiri;
Non satiation, sebagai contoh, individu dapat selalu menambahutiliti dengan kenaikan konsumsi, dan;
Contless domain independent cognition, sebagai contoh, hubungan antara tindakan agen dan utilitynya dipahami tanpa memperhatikan keruwetan hubungannya.
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, pembuat keputusan sering diasumsikan tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah secara optimal, atau dalam penggabungan informasi menggunakan teori Bayes. Sebagai tambahan, dalam mengasumsikan pilihan individual, current models sering memasukkan asumsi-asumsi tambahan sebagai strategi bagaiman perilaku individu memperlias penyelesaian kelompok.
Organisasi yang kompleks berdasarkan pendekatan manusiawi adalah merupakan hasil adaptasi beberapa tahun yang lalu. Dihipotesiskan bahwa masalah –amasalah tidak hanya diselesaikan oleh adanya perubahan biologi dan neurology tapi juga adaptasi dalam kesadaran social. Manusia mempunyai kekhususan dan pengertian yang sangat tinggi untuk membangun mekanisme perlakuan dengan masalah sosial sering juga diterapkan dalam kerjasama.
Sentral isue dalam sistem reward adalah distribusi penghargaan sehingga mereka mempunyai dampak positif terhadap motivasi individu untuk ambil bagian dan berusaha pada aktivitas yang diinginkan oleh manajemen puncak organisasi agar menciptakan sistem penghargaan yang efektif, merupakan suatu yang mendasar bila organisasi memliki sistem penghargaan yang efektif untuk memperkirakan prestasi karyawan. Jika sistem penilaian prestasi tidak masuk akal atau tidak valid, penghargaan yang didistribusikan atas dasar tersebut akan langsung rusak dan sedikit berdampak pada motivasi.
@Nasrullah Djamil