Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat datang dan terima kasih karena sudah mampir pada website ini.
Date : 20 Februari 2023
TEORI PERSEPSI MENURUT PARA AHLI :
Teori Persepsi Gestalt : Teori ini dikembangkan oleh Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Teori ini menekankan bahwa pengalaman visual seseorang adalah hasil dari pengaturan yang lebih besar daripada bagian-bagiannya. Ini berarti bahwa kita melihat objek sebagai keseluruhan, bukan sebagai kumpulan bagian-bagian yang berbeda. Individu memiliki kecenderungan untuk mengorganisasi informasi yang diterimanya dalam pola-pola tertentu. Teori ini menekankan pentingnya pengalaman masa lalu dan konteks sosial dalam mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi.
Teori Persepsi Psikofisik : Teori ini dikembangkan oleh Ernst Weber dan Gustav Fechner. Teori ini menekankan bahwa kita dapat mengukur persepsi kita dengan menggunakan metode matematis. Teori ini menekankan bahwa kita dapat mengukur persepsi kita dengan menggunakan metode matematis.
Teori Persepsi Kognitif : Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget dan Noam Chomsky. Teori ini menekankan bahwa individu memiliki konsep tentang dunianya yang berasal dari pengalamannya sendiri. Teori ini menekankan bahwa individu dapat memahami dunia, dengan menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajarinya. Individu memiliki kecenderungan untuk mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang sistematis. Teori ini menekankan pentingnya pemikiran logis dan analitis dalam mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi.
Teori Persepsi Kontinum : Teori ini dikembangkan oleh Edward Tolman. Teori ini menekankan bahwa persepsi kita terbentuk melalui proses yang berkelanjutan. Teori ini menekankan bahwa kita dapat mengubah persepsi kita dengan mengubah cara kita berpikir tentang suatu objek.
Teori Persepsi Kebutuhan : Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow. Teori ini menekankan bahwa kita memiliki kebutuhan untuk memahami dunia kita. Teori ini menekankan bahwa kita dapat memahami dunia kita dengan menggunakan kebutuhan kita.
Teori Persepsi Psikodinamik : Teori ini dikembangkan oleh para ahli psikologi psikodinamik, yang menyatakan bahwa individu memiliki kecenderungan untuk menafsirkan informasi yang diterimanya berdasarkan pengalaman masa lalu dan harapan masa depan. Teori ini menekankan pentingnya proses internal individu dalam mempengaruhi cara mereka menafsirkan informasi.
Teori Persepsi Sosial : Teori ini dikembangkan oleh para ahli psikologi sosial, yang menyatakan bahwa individu memiliki kecenderungan untuk menafsirkan informasi yang diterimanya berdasarkan pengaruh lingkungan sosial. Teori ini menekankan pentingnya faktor-faktor sosial dalam mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi.
Teori Persepsi Kebudayaan : Teori ini dikembangkan oleh para ahli psikologi kebudayaan, yang menyatakan bahwa individu memiliki kecenderungan untuk menafsirkan informasi yang diterimanya berdasarkan pengaruh budaya. Teori ini menekankan pentingnya faktor-faktor budaya dalam mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi.
Stephen Robbins dalam bukunya Organizational Behavior, pada bab Individual, menjelaskan bahwa Persepsi adalah : proses dimana individu menafsirkan informasi yang diterimanya dari lingkungannya. Menurut Robbins, persepsi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pengolahan informasi, penilaian, dan interpretasi. Proses ini dimulai dengan pengamatan dan pemrosesan informasi yang diterima melalui indra, seperti penglihatan, pendengaran, dan perabaan. Setelah informasi diterima, individu akan menilai informasi tersebut berdasarkan pengalaman masa lalu dan harapan masa depan. Akhirnya, individu akan menafsirkan informasi tersebut dan mengambil tindakan yang dianggap tepat.
Dapat disimpulkan bahwa Persepsi adalah :
Suatu proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran dalam suatu pengalaman psikologis. Bermula dari stimulus yang telah ada dalam otak, meskipun alat untuk menerima stimulus itu serupa pada setiap individu, tetapi cara pandang dan interpretasinya bisa berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena perbedaan pengalaman masa lalu, agama dan kepercayaan yang dianut, lingkungan, pendidikan, kepentingan individu/kelompok, konteks sosial, pemikiran logis dan analitis, proses internal individu, dan faktor-faktor sosial dan budaya dalam mempengaruhi cara individu menafsirkan informasi.
TEORI PERSEPSI DALAM AUDIT
Untuk menggambarkan persepsi dalam audit, penekanannya pada peran dan tanggung jawab auditor.
Setiap individu ataupun kelompok mempunyai cara pandang dan interpretasi yang berbeda-beda tentang peran dan tanggung jawab seorang auditor. Dalam penjelasan ini auditor yang dimaksud adalah Akuntan Publik (auditor independen).
Peran dan Tanggung jawab Auditor menurut persepsi Auditor. Auditor menilai bahwa peran dan tanggung jawab mereka sebagai auditor tergantung dari jenis jasa yang diberikan (ditugaskan) kepada auditor. Secara umum ada 2 jenis jasa yang auditor berikan, yaitu :
Jasa Atestasi (memberikan suatu pernyataan pendapat atau opini mengenai kesesuaian laporan keuangan dengan yang telah ditetapkan (SAK)).
Jasa Non-Atestasi (tidak memberikan suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan, contohnya memberikan jasa kompilasi, jasa konsultan perpajakan, jasa konsultan manajemen, jasa konsultan sistem informasi dan lain sebagainya.
Selain itu, auditor juga menilai peran dan tanggung jawab sebagai auditor tergantung dari jenis-jenis audit yang mereka kerjakan. Secara umum ada 3 jenis-jenis audit, yaitu :
Audit Laporan Keuangan, yaitu : pemeriksaan terhadap laporan keuangan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat mengenai apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Output : Laporan audit yang berisikan pendapat/opini.
Audit Operasional, yaitu pemeriksaan/tinjauan terhadap setiap bagian dari prosedur operasi, kebijakan-kebijakan dan metode suatu organisasi yang dikelola manajemen, dengan tujuan untuk menilai keefektifan, keekonomisan dan keefesienan pengelolaan operasi organisasi dan pada akhir pemeriksaan. Output : Laporan Audit yang berisikan rekomendasi atau saran-saran perbaikan yang diperlukan kepada manajemen.
Audit Kepatuhan, yaitu : pemeriksaan untuk mempertimbangkan apakah klien/perusahaan telah mentaati/mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Output : Laporan Audit yang berisikan rekomendasi atau saran-saran perbaikan terkait kepatuhan.
Dalam PSA 240 (Revisi 2021) menyatakan tentang Tanggung jawab auditor terkait dengan kecurangan dalam suatu audit laporan keuangan. Dalam PSA 240 tersebut terdapat frasa " Meskipun auditor dapat menduga atau, dalam kasus yang jarang terjadi, mengidentifikasi terjadinya kecurangan, auditor tidak membuat penentuan secara hukum mengenai apakah kecurangan benar-benar terjadi.
Kemudian dilanjutkan dengan frasa "Tanggung jawab utama untuk pencegahan dan pendeteksian kecurangan berada pada dua pihak yaitu : yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas dan manajemen.
Dalam PSA 240 tersebut ditegaskan bahwa tujuan auditor adalah untuk:
Mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh kecurangan;
Memeroleh bukti audit yang cukup dan tepat terkait dengan risiko kesalahan penyajian material yang telah dinilai yang disebabkan oleh kecurangan, melalui desain dan implementasi respons yang tepat; dan
Memberikan respons terhadap kecurangan atau dugaan kecurangan yang diidentifikasi selama audit.
Kesimpulannya : auditor tidak memiliki tanggung jawab dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan yang terjadi, melainkan hanya mengidentifikasi, memeroleh bukti dan memberikan respon.
Peran dan Tanggung jawab Auditor menurut persepsi Auditee. Auditee (pengguna jasa audit) memiliki persepsi bahwa setiap pekerjaan audit itu harus menemukan dan mencegah terjadinya kecurangan. Auditee tidak memperdulikan jenis audit apa yang sedang dilakukan. Dalam persepsi mereka setiap pekerjaan audit harus menemukan dan mengungkapkan kecurangan yang terjadi dalam laporan audit.
Akibat dari perbedaan persepsi ini muncullah "Kesenjangan Harapan Audit (Audit Expectation Gap) antara auditor dengan auditee".
PENELITIAN TERKAIT
Dixon et al. (2006) menyatakan perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pemakai jasa audit dari profesi akuntan, dan apa yang yang sesungguhnya dilakukan oleh profesi akuntan tersebut, itulah yang disebut sebagai kesenjangan harapan audit. Profesi akuntan berpendapat bahwa salah satu penyebab terjadinya kesenjangan harapan audit adalah kegagalan pemakai jasa audit dalam menilai atau menghargai sifat dan keterbatasan audit.
Porter (1993) melakukan penelitian empiris di Selandia Baru untuk menguji struktur expectation-performance gap, dan untuk menetapkan luas, bagian utama dan komposisi dari kesenjangan harapan audit tersebut. Penelitian tersebut menggunakan metode mail survey dan menggunakan responden auditor, analis keuangan, auditing akademis, pengacara, wartawan keuangan, manajer perusahaan. Penelitian tersebut bertujuan meneliti tentang tugas-tugas auditor, dan standar untuk mencapai tugas-tugas tersebut. Penelitian tersebut mendapatkan hasil temuan, telah terjadi kesenjangan harapan audit yang berhubungan dengan ketidakcukupan standar sebesar 50%, kesenjangan harapan audit yang tidak beralasan dari pemakai jasa audit sebesar 34%, dan 16% kesenjangan harapan audit tentang apa yang dirasakan oleh auditor.
Humprey et al. (1993) menyusun suatu literatur tentang pengenalan dan defenisi umum dari kesenjangan harapan audit. Ia menyatakan bahwa para pemakai jasa audit mengaharapkan kepada auditor untuk : 1) melakukan audit dengan kompetensi tekhnis, integritas, independen, dan obyektif, 2) mencari dan mendeteksi salah saji material, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, 3) mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan.
Monroe dan Woodliff (1993) menyatakan kesenjangan harapan audit adalah perbedaan kepecayaan antara auditor dengan pemakai jasa audit tentang pekerjaan dan tanggung jawab auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Guy dan Sullivan (1998) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesenjangan harapan audit adalah perbedaan pandangan dan harapan antara pengguna laporan keuangan yang diaudit dengan auditor tentang peran dan tanggung jawab yang diyakini oleh auditor. Sedangkan Best et al. (2001) menyatakan bahwa pengertian kesenjangan harapan audit adalah perbedaan harapan pemakai jasa audit karena persepsi mereka yang bermacam-macam tentang tugas auditor.
Nasrullah Djamil (2007) menyatakan diperoleh bukti empiris bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok responden auditor dengan responden bankir, investor, dan manajemen tentang faktor tanggung jawab auditor (responsibility) sebagai penyebab terjadinya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap). Auditor percaya, mereka mempunyai tanggung jawab yang rendah untuk menemukan terjadinya kecurangan, mencegah terjadinya kecurangan, sebagai pelindung apabila ada kecurangan, dan melindungi asset kliennya. Sedangkan bankir mengindikasikan tugas dan tanggung jawab auditor dalam menemukan terjadinya kecurangan, mencegah terjadinya kecurangan, sebagai pelindung apabila ada kecurangan, dan melindungi asset kliennya merupakan tanggung jawab auditor.
Menurut investor, tugas dan tanggung jawab dalam menemukan menemukan terjadinya kecurangan, mencegah terjadinya kecurangan, sebagai pelindung apabila ada kecurangan, tanggung jawab tidak hanya pada opininya, laporan keuangan bukan merupakan tanggung jawab manajemen saja, auditor itu tidak seluruhnya mempunyai sifat obyektif dan tidak bias, merupakan tanggung jawab auditor dan auditor harus melindungi asset kliennya. Menurut manajemen, tugas dan tanggung jawab dalam menemukan menemukan terjadinya kecurangan, mencegah terjadinya kecurangan, sebagai pelindung apabila ada kecurangan, tanggung jawab tidak hanya pada opininya, laporan keuangan bukan merupakan tanggung jawab manajemen saja, auditor itu tidak seluruhnya mempunyai sifat obyektif dan tidak bias, merupakan tanggung jawab auditor dan auditor harus melindungi asset kliennya.
Kemudian , diperoleh bukti empiris terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok responden auditor dengan responden bankir, investor, dan manajemen pada faktor keandalan laporan keuangan auditan (reliability) sebagai penyebab terjadinya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap). Auditor percaya bahwa penggunaan metode akuntansi yang digunakan manajemen dalam menyusun laporan keuangan masih diragukan, dan laporan keuangan auditan itu sudah akurat, laporan keuangan auditan yang mendapatkan opini WTP berarti perusahaan telah dikelola secara benar.
Bankir mengindikasikan bahwa metode akuntansi yang digunakan manajemen dalam menyusun laporan keuangan sudah tepat, laporan keuangan auditan itu masih belum akurat, laporan keuangan auditan yang mendapatkan opini WTP bukan berarti perusahaan telah dikelola secara benar. Kemudian, masing-masing kelompok mempunyai persepsi dan tingkat kepercayaan yang sama bahwa laporan keuangan auditan telah bebas dari salah saji, perusahaan telah bebas dari kecurangan, dan perusahaan telah terjamin kelangsungan hidupnya (going concern) di masa yang akan datang. Investor mengindikasikan bahwa metode akuntansi yang digunakan manajemen dalam menyusun laporan keuangan sudah tepat, laporan keuangan auditan itu masih belum akurat, laporan keuangan auditan yang mendapatkan opini WTP bukan berarti perusahaan telah dikelola secara benar. Manejemen mengindikasikan bahwa laporan keuangan auditan belum bebas dari salah saji, penggunaan metode akuntansi yang digunakan manajemen dalam menyusun laporan keuangan sudah tepat, perusahaan belum bebas dari kecurangan, laporan keuangan auditan itu belum akurat, perusahaan belum terjamin kelangsungan hidupnya (going concern) di masa yang akan datang, laporan keuangan auditan yang mendapatkan opini WTP berarti perusahaan telah dikelola secara benar.
Terakhir, diperoleh bukti empiris bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok reponden auditor dengan responden bankir, investor, dan manajemen tentang faktor atau variabel kegunaan laporan keuangan auditan (reliability) sebagai penyebab terjadinya kesenjangan harapan audit (audit expectation gap). Auditor percaya, laporan keuangan auditan berguna dalam proses memonitor kinerja perusahaan, laporan keuangan auditan berguna dalam proses pengambilan keputusan, laporan keuangan auditan dapat memberikan sudut pandang yang benar dan wajar bagi pemakainya.
Bankir percaya bahwa laporan keuangan auditan belum tentu berguna dalam proses memonitor kinerja perusahaan, belum tentu berguna dalam proses pengambilan keputusan, belum tentu memberikan sudut pandang yang benar dan wajar bagi pemakainya. Investor percaya auditor bertanggungjawab dalam menjalankan tugas untuk menemukan terjadinya kecurangan, mencegah terjadinya kecurangan, sebagai pelindung apabila ada kecurangan, tanggung jawab tidak hanya pada opininya, laporan keuangan bukan merupakan tanggung jawab manajemen saja, auditor itu tidak seluruhnya mempunyai sifat obyektif dan tidak bias, dan auditor harus melindungi asset kliennya. Manajemen percaya bahwa laporan keuangan auditan belum tentu berguna dalam proses pengambilan keputusan, laporan keuangan auditan belum dapat memberikan sudut pandang yang benar dan wajar bagi pemakainya.
@Nasrullah Djamil